Pada tahun-tahun terakhir, konflik di Papua terus berlangsung dengan intensitas yang tinggi, menimbulkan berbagai ketegangan baik di kalangan masyarakat sipil maupun aparat keamanan. Beberapa kelompok pro-kemerdekaan dan separatis di Papua telah lama berjuang untuk meraih kemerdekaan, sementara pemerintah Indonesia, dalam upaya menjaga integritas wilayahnya, menempatkan militer dan aparat keamanan lainnya di Papua untuk menjaga stabilitas.
Namun, sejak akhir 2010-an hingga 2020-an, muncul berbagai suara yang menyerukan agar pemerintah Indonesia menarik seluruh pasukan militer dari Papua. Seruan ini berasal dari berbagai kalangan, termasuk aktivis hak asasi manusia, tokoh gereja, hingga masyarakat sipil yang menginginkan penyelesaian damai tanpa adanya kekerasan yang berkelanjutan. Mereka berpendapat bahwa kehadiran militer justru memperburuk situasi, meningkatkan ketegangan, dan merugikan masyarakat Papua yang sudah lama mengalami dampak dari konflik berkepanjangan.
Salah satu alasan utama yang mendasari tuntutan untuk menarik pasukan militer adalah pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan terjadi selama operasi militer di Papua. Laporan dari lembaga-lembaga internasional seperti Human Rights Watch dan Amnesty International mencatat bahwa banyak warga sipil yang menjadi korban dalam operasi militer, baik karena penangkapan, pengusiran, maupun kekerasan fisik. Masyarakat adat Papua juga sering kali menjadi pihak yang paling terdampak, karena mereka hidup di wilayah yang menjadi pusat operasi pasukan.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia berpendapat bahwa kehadiran militer di Papua adalah bagian dari upaya menjaga keutuhan negara dan mencegah gangguan dari kelompok separatis yang berusaha mendirikan negara Papua Merdeka. Beberapa pejabat negara menegaskan bahwa militer berperan penting dalam mengatasi ancaman terorisme dan separatisme yang masih ada di wilayah tersebut. Namun, meskipun demikian, ada juga suara-suara yang menyarankan pendekatan yang lebih humanis dan dialogis untuk menyelesaikan masalah di Papua, dengan melibatkan semua pihak dalam meja perundingan.
Secara keseluruhan, seruan untuk menarik seluruh militer dari Papua bukan hanya tentang mengakhiri kekerasan, tetapi juga tentang memberikan kesempatan bagi masyarakat Papua untuk menentukan nasib mereka secara damai tanpa intimidasi. Tuntutan ini sejalan dengan upaya untuk mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi Papua, yang mencakup pemenuhan hak-hak dasar masyarakat adat, pemerataan pembangunan, serta pengakuan atas keragaman budaya yang ada di sana.
Referensi:
Human Rights Watch, "Indonesia: End Abuses in Papua," HRW, 2019. https://www.hrw.org
Amnesty International, "Indonesia: Papua’s Human Rights Crisis," Amnesty International, 2020. https://www.amnesty.org
"Indonesia's military presence in Papua," The Diplomat, 2021. https://thediplomat.com
"Papua Conflict: Why it's Time for Peace," The Jakarta Post, 2020. https://www.thejakartapost.com
Tuntutan ini, meskipun sangat kontroversial, mencerminkan keinginan banyak pihak untuk melihat Papua dalam keadaan damai dan tanpa tekanan yang berlebihan dari pihak militer, serta untuk menuntaskan masalah yang sudah berlangsung lama dengan cara yang lebih manusiawi dan berkelanjutan.
