Pernyataan tegas untuk menolak perluasan fungsi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam ranah sipil merupakan sikap yang harus diperjuangkan demi menjaga prinsip dasar negara kita, yaitu negara yang berlandaskan pada sistem demokrasi dan pemisahan kekuasaan yang jelas antara militer dan sipil. Fungsi utama TNI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, adalah menjaga kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa Indonesia dari ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul wacana yang mengusulkan perluasan peran TNI dalam bidang yang seharusnya menjadi domain sipil, seperti dalam penanganan bencana, pemberdayaan ekonomi, atau bahkan terlibat dalam urusan administrasi pemerintahan. Perluasan fungsi ini berpotensi menimbulkan risiko besar bagi demokrasi Indonesia, terutama jika mengarah pada militerisasi kehidupan sipil.
Dampak Negatif Perluasan Fungsi TNI dalam Ranah Sipil
Pencampuran antara Kekuatan Militer dan Sipil
Menurut banyak pakar, peran TNI dalam urusan sipil dapat melemahkan independensi lembaga-lembaga sipil yang seharusnya dapat menjalankan fungsi-fungsi negara tanpa pengaruh militer. Hal ini berpotensi merusak prinsip dasar demokrasi, di mana militer tidak seharusnya ikut campur dalam urusan politik dan sosial masyarakat.
Penyalahgunaan Kekuasaan
Keterlibatan TNI dalam ranah sipil dapat membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan. Sebagai contoh, dalam penanganan bencana, meskipun TNI memiliki peran penting dalam bantuan kemanusiaan, jika pengaruhnya terlalu besar, dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara upaya militer dan organisasi sipil yang lebih berkompeten dalam penanganan bencana.
Kehilangan Fokus pada Tugas Utama TNI
Jika TNI terlalu banyak terlibat dalam urusan sipil, tugas utama mereka sebagai penjaga kedaulatan dan pertahanan negara bisa terabaikan. Militer harus fokus pada tugas yang sesuai dengan undang-undang, yaitu menjaga pertahanan negara, bukan menjadi pihak yang mengelola urusan sipil yang seharusnya menjadi wewenang pemerintah sipil.
Bergesernya Sistem Demokrasi
Indonesia adalah negara demokratis yang mengutamakan kebebasan sipil. Jika TNI terlalu banyak terlibat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, maka bisa jadi akan muncul potensi untuk menumbuhkan kekuatan militer yang lebih dominan. Ini akan merusak sistem demokrasi yang sudah diperjuangkan selama bertahun-tahun sejak Reformasi 1998.
Sumber dan Referensi
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
Undang-undang ini mengatur secara tegas tentang tugas dan peran TNI, yang seharusnya terfokus pada pertahanan negara, bukan terlibat dalam urusan sipil.
Pernyataan dari Komnas HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menyuarakan kekhawatiran tentang militerisasi fungsi sipil, yang berisiko melanggar hak asasi manusia dan mengancam kebebasan sipil.
Pendapat Ahli Demokrasi dan Keamanan
Ahli-ahli dalam bidang demokrasi dan keamanan, seperti Haris Azhar dari KontraS, telah menyatakan bahwa perluasan peran TNI dalam ranah sipil dapat merusak demokrasi dan menciptakan ketidakstabilan dalam pemerintahan yang sudah terjalin.
Kesimpulan
Tolak perluasan fungsi TNI dalam ranah sipil adalah sikap yang tepat demi menjaga kedaulatan negara dan keseimbangan kekuasaan antara militer dan sipil. TNI harus tetap fokus pada peran utamanya sebagai penjaga keamanan dan pertahanan negara, sementara urusan sipil harus tetap menjadi tanggung jawab pemerintah sipil yang berlandaskan pada
prinsip-prinsip demokrasi.
