Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku pada Januari 2025 akan memberikan dampak signifikan bagi masyarakat Pekalongan, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah. Berikut adalah beberapa dampak utamanya:
1. Kenaikan Harga Barang dan Jasa
Tarif PPN yang lebih tinggi akan meningkatkan harga barang dan jasa di semua sektor, termasuk kebutuhan pokok, layanan kesehatan, pendidikan, serta transportasi.
Masyarakat berpenghasilan rendah akan lebih terdampak karena proporsi pengeluaran mereka untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi.
2. Penurunan Daya Beli
Dengan kenaikan harga akibat PPN 12%, daya beli masyarakat bawah akan menurun. Mereka mungkin harus mengurangi konsumsi barang atau jasa tertentu untuk menyesuaikan anggaran mereka.
3. Beban Ekonomi Tambahan
Bagi masyarakat Pekalongan yang bergantung pada sektor informal seperti pedagang kecil, buruh harian, dan nelayan, kenaikan biaya hidup akibat PPN bisa membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
4. Dampak pada UMKM dan Industri Lokal
Banyak UMKM dan usaha kecil di Pekalongan, terutama di sektor batik, konveksi, dan makanan, kemungkinan akan mengalami penurunan permintaan karena konsumen mengurangi pengeluaran.
Akibatnya, masyarakat yang bekerja di sektor-sektor ini bisa menghadapi pengurangan pendapatan atau bahkan kehilangan pekerjaan.
5. Ketimpangan Ekonomi yang Semakin Besar
Kenaikan PPN cenderung bersifat regresif, artinya lebih memberatkan kelompok berpenghasilan rendah dibandingkan masyarakat berpenghasilan tinggi. Ini bisa memperbesar kesenjangan ekonomi di wilayah seperti Pekalongan.
6.Beban Pajak Lebih Berat
Regresif untuk masyarakat bawah: PPN bersifat regresif, artinya beban pajak lebih terasa bagi masyarakat berpenghasilan rendah dibandingkan yang berpenghasilan tinggi.
Kesulitan menabung: Dengan kenaikan harga, masyarakat berpenghasilan rendah akan lebih sulit menyisihkan uang untuk tabungan atau investasi.
7.Dampak pada Usaha Kecil
Banyak masyarakat Pekalongan yang bergantung pada usaha kecil seperti perdagangan di pasar tradisional, industri batik, dan UMKM lainnya. Kenaikan PPN bisa:
Menurunkan daya beli konsumen, sehingga omzet usaha kecil menurun.
Meningkatkan biaya operasional usaha kecil yang tidak dapat dipindahkan ke konsumen.
Oleh karena itu Kenaikan PPN menjadi 12% mulai Januari 2025 akan berdampak signifikan pada masyarakat Pekalongan, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Dampaknya meliputi peningkatan harga barang dan jasa, penurunan daya beli, tekanan terhadap usaha kecil dan industri lokal, serta risiko pengurangan pengeluaran untuk kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
Untuk memitigasi dampak ini, diperlukan langkah-langkah dari pemerintah, seperti pemberian subsidi, bantuan sosial, serta penciptaan lapangan kerja, guna melindungi kelompok rentan dan menjaga stabilitas ekonomi regional. Tanpa intervensi yang memadai, kebijakan ini berpotensi memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi di wilayah tersebut. Terutama mengesahkan undang-undang perampasan aset
Referensinya;
"mengutip tulisan Fitria yang di muat dalam djp PJAP Mitra Resmi Djp bahwa kenaikan PPN 12% berpotensi menekan daya beli masyarakat, terutama di kelompok menengah ke bawah. Menurutnya, kondisi tersebut dapat mengurangi konsumsi domestik.
"mengutip tulisan alinda herdiantoro irawan septo Adhi sebagai tim redaksi redaksi yang dimuat dalam kompas bahwa faktanya, kenaikan tarif PPN ini tetap akan dikenakan pada sebagian besar kebutuhan masyarakat menengah ke bawah," ungkap ekonom tersebut dalam keterangan tertulis yang dikirim kepada Kompas.com pada Senin (16/12/2024).
"mengutip tulisan uswah sahal yang di muat dalam UM Surabaya bahwa Bagi ekonomi rumah tangga, kenaikan PPN di angka 12% akan langsung meningkatkan harga barang dan jasa. Dengan kontribusi konsumsi rumah tangga sekitar 55%-60% terhadap PDB, tentu kenaikan harga dapat menurunkan daya beli masyarakat terutama dari kelas bawah,”kata Arin Kamis"
"mengutip tulisan uswah sahal yang di muat dalam UM Surabaya.Bahwa kata Arin jika terjadi penurunan konsumsi maka akan mengurangi permintaan barang dan jasa secara agregat. Artinya, adanya kebijakan kenaikan tarif PPN akan menambah beban biaya hidup masyarakat serta dapat memperburuk situasi ekonomi, terutama bagi pekerja informal yang sangat bergantung pada daya beli lokal.
"mengutip tulisan khomarup Hidayat selaku editor dan Dendi siswanto sebagai reporter yang di muat dalam kontan coid bahwa Direktur Next Policy Yusuf Wibisono menilai kebijakan tersebut berpotensi memperburuk ketimpangan ekonomi di Indonesia, terutama karena PPN dianggap lebih regresif dibandingkan Pajak Penghasilan (PPh), yang membebani orang miskin lebih berat daripada orang kaya.PPN lebih bersifat regresif karena dibayarkan saat pendapatan dibelanjakan untuk barang dan jasa dengan tarif tunggal terlepas berapapun tingkat pendapatan konsumen. Karena itu setiap kenaikan tarif PPN akan berimplikasi pada kesenjangan yang semakin tinggi,” ujar Yusuf dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/12).
"Mengutip tulisan ririn Rismayanti yang dimuat dalam blognya bahwa Banyak masyarakat menilai bahwa kebijakan ini hanya akan memperburuk ketimpangan ekonomi di Indonesia, di mana kelompok masyarakat yang lebih kaya mungkin tidak terlalu merasakan dampak besar, sementara kelompok masyarakat berpenghasilan rendah justru semakin terbebani. Penolakan ini juga semakin kencang karena dianggap pemerintah belum cukup memberikan jaminan bahwa hasil dari peningkatan pendapatan negara akan langsung dirasakan oleh masyarakat dalam bentuk peningkatan layanan publik
"Yang di muat dalam legalitas org bahwa Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sebelumnya 11% kini naik menjadi 12% telah diumumkan oleh Pemerintah dan direncanakan mulai berlaku pada tahun 2025. Hal tersebut sudah tercantum di dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP pasal 7 ayat 1.
Keputusan pengambilan kebijakan tersebut bertujuan untuk dapat meningkatkan penerimaan negara untuk dapat membiayai berbagai kegiatan negara, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
Namun rupanya keputusan ini tidak hanya membawa dampak positif bagi penerimaan negara namun juga membawa kekhawatiran terutama bagi para pelaku usaha Mikro Kecil (UMKM).
