Pendahuluan
Hari Raya Iduladha merupakan momentum sakral yang mengandung makna spiritual mendalam bagi umat Islam. Lebih dari sekadar ritual penyembelihan hewan kurban, Iduladha menekankan nilai-nilai ketaatan, keikhlasan, solidaritas, dan terutama pengorbanan demi kepentingan yang lebih besar. Di sisi lain, di ruang publik Indonesia, terutama sejak tahun 2007, setiap hari Kamis di depan istana negara maupun di daerah lainya. yang merupakan sebuah gerakan diam yang diinisiasi oleh keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, yang mendesak negara untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM seperti Tragedi 1965, Penculikan Aktivis 1997–1998, dan Tragedi Semanggi.
Apabila Aksi Kamisan bertepatan dengan Hari Raya Iduladha, muncul pertanyaan etik dan spiritual: apakah aksi diam yang sarat makna duka itu bertentangan dengan semangat hari besar keagamaan? Esai ini hendak menunjukkan bahwa justru nilai-nilai Iduladha memperkuat legitimasi moral Aksi Kamisan bahwa menuntut keadilan adalah bentuk pengorbanan dan kepatuhan spiritual yang sejalan dengan semangat Iduladha.
1. Aksi Kamisan dan Hak Asasi dalam Negara Hukum
Dalam negara demokratis dan berdasarkan hukum seperti Indonesia, hak untuk menyampaikan pendapat secara damai merupakan bagian dari hak asasi manusia yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apa pun. Hal ini ditegaskan dalam:
•UUD 1945 Pasal 28I ayat (1):
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani... adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
•Pasal 28E ayat (3):
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
•UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang menjamin bahwa aksi damai seperti Aksi Kamisan adalah tindakan legal dan sah menurut hukum.
Aksi Kamisan tidak sekadar simbol perlawanan, tetapi juga bentuk ekspresi damai terhadap kelambanan negara menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Dalam kerangka hak atas keadilan, sebagaimana ditekankan oleh Prinsip-Prinsip PBB tentang Perlindungan dan Pemajuan HAM, korban memiliki hak untuk memperoleh:
•Kebenaran (right to truth)
•Keadilan (right to justice)
•Pemulihan (reparation)
•Jaminan ketidakberulangan (guarantees of non-recurrence)
2. Spirit Iduladha: Etika Pengorbanan dan Keadilan Sosial
Secara teologis, Iduladha merupakan perayaan atas ketaatan dan pengorbanan Nabi Ibrahim AS, yang rela menyerahkan putranya demi perintah Allah SWT. Kisah ini tidak berhenti pada aspek simbolik, tetapi juga menanamkan nilai moral tentang kerelaan mengorbankan sesuatu yang dicintai demi kebenaran yang lebih besar. Al-Qur’an menegaskan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan...”
(QS. An-Nahl: 90)
Dalam konteks ini, pengorbanan bukan hanya terkait hewan kurban, tetapi juga menyangkut keberanian untuk memperjuangkan keadilan, bahkan ketika itu berarti menghadapi ketidakpastian, pengucilan, atau kehilangan. Peserta Aksi Kamisan mencerminkan hal ini: mereka bukan hanya menuntut hak-hak mereka, tetapi juga memperjuangkan kebenaran kolektif bagi bangsa.
Lebih jauh, semangat kurban juga menuntut kepedulian terhadap kaum lemah dan tertindas. Sebagaimana daging kurban diperuntukkan bagi mereka yang membutuhkan, demikian pula semangat Aksi Kamisan: menyuarakan mereka yang telah lama tidak terdengar suaranya dalam sistem hukum dan politik nasional.
3. Kesatuan Nilai: Religiusitas dan Perjuangan Sosial
Menggabungkan semangat religius dan perjuangan sosial bukanlah sesuatu yang kontradiktif. Sebaliknya, Islam memandang bahwa keimanan sejati harus berbuah dalam bentuk pembelaan terhadap keadilan sosial. Dalam Etika Sosial Islam, perjuangan terhadap kemungkaran struktural termasuk pelanggaran HAM merupakan bagian dari tanggung jawab iman. Hadis Nabi menyatakan:
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.”
(HR. Muslim)
Dengan demikian, Aksi Kamisan bukanlah bentuk gangguan terhadap Iduladha, melainkan refleksi kontemporer dari semangat kurban itu sendiri: pengorbanan demi nilai kebenaran dan kemanusiaan, dalam bingkai kesabaran dan keikhlasan.
Penutup
Aksi Kamisan yang berlangsung di tengah Hari Raya Iduladha bukanlah ironi, melainkan penguatan makna spiritual Iduladha itu sendiri. Keduanya bertemu dalam nilai-nilai dasar seperti keikhlasan, solidaritas, pengorbanan, dan keadilan. Dalam masyarakat demokratis dan religius, memperjuangkan keadilan adalah bentuk ibadah sosial yang luhur. Oleh karena itu, Aksi Kamisan dapat dipandang sebagai bentuk modern dari kurban Ibrahimik—yakni pengorbanan yang dilakukan demi hadirnya dunia yang lebih adil dan beradab.
Referensi
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Komnas HAM. (2022). Laporan Tahunan Pelanggaran HAM Berat di Indonesia.
United Nations Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR). (2006). Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and Reparation.
Al-Qur’anul Karim, QS. An-Nahl: 90.
Hadis Riwayat Muslim, Kitab al-Iman.
Asad, Muhammad. (1980). The Message of the Qur'an. Dar Al-Andalus.
Rahardjo, Satjipto. (2006). Hukum dan Perubahan Sosial. Kompas.
Madjid, Nurcholish. (1992). Keadilan Sosial dalam Islam. Paramadina.
